Kecerdasan
spiritual (SQ), yang merupakan temuan terkini secara ilmiah yang digagas Danah
Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford
University membuktikan secara ilmiah kecerdasan spiritual tersebut. Kemudian
penelitian yang lain juga membuktikan, pertama riset ahli psikologi atau sharaf
Michael Persinger pada awal tahun 1990-an dan lebih mutakhir lagi tahun 1997
oleh ahli sharaf V.S. Ramachanran dan timnya dari California
University yang menemukan God Spot dalam otak manusia.26 Menurut penulis
pada dasarnya IQ, EQ, dan SQ masing-masing memiliki langkah-langkah tersendiri
dalam pencapaiannya. IQ bisa dicapai dengan banyak melakukan
pelatihan-pelatihan yang menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri, misalnya
belajar berhitung, mendengarkan musik, dan membaca. Sementara pelatihan EQ dan
SQ hampir sama, karena ia bersumber dari suara hari
(God Spot). Langkah-langkah yang ditawarkan oleh Ary Ginanjar (2003: LIV),dapat dilakukan untuk mengembangkan Emotional
Spiritual Question (ESQ) adalah sebagai berikut:
1.
Zero Mind Process, yaitu berusaha mengungkap
belenggu-belenggu pikiran dan mencoba mengidentifikasi paradigma itu, sehingga
dapat dikenali apakah paradigma tersebut telah mengkerangkeng pikiran. Jika hal
itu ada diharapkan dapat diantisipasi lebih dini sebelum menghujam ke dalam
benak. Hasil yang diharapkan adalah lahirnya alam pikiran jernih dan suci yang
dinamakan God Spot atau fitrah yaitu kembali pada hati dan pikiran yang
bersifat merdeka serta bebas dari belenggu. Tahap ini merupakan titik tolak
dari sebuah kecerdasan emosi. Disinilah tanah yang subur, tempat untuk menanam
benih berupa gagasan. Penulis berpendapat bahwa setiap diri harus menguasai
hati dan pikirannya sendiri. Kemerdekaan berfikir dan perasaan yang netral dari
dirinya mesti ada, karena akal dan hati itulah hakikat dari manusia. Tidak bernilai
seseorang bila ia hanya potret atau jelmaan diri orang lain. Kebebasan dan
kemerdekaan ini diharapkan melahirkan prinsip hidup yang kuat.
2.
Mental building, maksudnya adalah kesehatan
mental, yaitu terhindarnya dari gejala gangguan jiwa dan dari gejala penyakit
jiwa. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan segala
potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga bisa membawa
kebahagiaan diri dan orang lain.
3.
Personal strength, intinya hal ini dimulai dari
penetapan-penetapan misi pribadi, dilanjutkan dengan pembentukan karakter,
pengendalian diri, dan mempertahankan komitmen pribadi.
4.
Social strength, yaitu pembentukan dan pelatihan
untuk melakukan aliansi, sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan
sosialnya (Zakiah Darajad, 2001:5) Suatu perwujudan tanggung jawab sosial
seorang individu yang telah memiliki ketangguhan pribadi.
5.
Aplikasi total, pada tahap ini seluruh
langkah-langkah diatas harus dilakukan sehingga dapat diharapkan lahirnya
ketangguhan sosial (Social Strength).
Spiritualitas
adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, dan moral. Spiritualitas
memberi arah dan arti pada kehidupan. Hidup menjadi indah dan menggairahkan
karena diri manusia tidak hanya di kurung oleh batas-batas fisik. Karena jiwa
anak-anak intuitif dan terbuka secara alami, maka orang tua dan guru hendaknya
selalu memupuk spiritualitas anaknya, sumber keceriaan dan makna hidup. Caranya
dengan melalui perkataan, tindakan, dan perhatian sepenuhnya dari orang tua.
Disamping
upaya yang dilakukan di atas, maka ada beberapa langkahlangkah untuk menumbuh
dan mengembangkan kecerdasan spiritual anak yaitu sebagai berikut:
a.
Jadilah kita “gembala spiritual” yang baik
b.
Bantulah anak untuk merumuskan “misi” hidupnya
c.
Ajarkan Al-Qur’an bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam kehidupan kita.
d.
Ceritakan kisah-kisah nabi dan rasul serta kisah teladan lainya
e.
Libatkan anak dalam kegiatan-kegiatan ritual keagamaan
f.
Bacakan puisi-puisi atau lagu-lagu yang spiritual dan inspirasional
g.
Bawa anak untuk menikmati keindahan alam
h.
Ikut sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial
i.
Jadilah cermin positif bagi anak.
Untuk
lebih jelasnya akan penulis uraiakan satu-persatu, yaitu:
a.)
Jadilah
“gembala spiritual” yang baik
Orang
tua atau guru yang bermaksud mengembangkan SQ anak haruslah seseorang yang
sudah mengalami kesadaran spiritual juga. Ia sudah “mengakses” sumber-sumber spiritual
untuk mengembangkan dirinya. Seperti yang telah penulis jelaskan diatas, yakni
ciri orang yang cerdas secara spiritual, ia harus dapat merasakan kehadiran dan
peran Tuhan dalam hidupnya. “Spiritual intelligence is the faculty of our
non-material dimension the human soul,” itulah ungkapan Khalil Khavari, ia
harus sudah menemukan makan hidupnya dan mengalami hidup yang bermakna. Ia
tampak pada orang-orang di sekitarnya sebagai “orang yang berjalan dengan
membawa cahaya.” Sebagai mana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 122:
Artinya:
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah
mereka kerjakan.
b.)
Bantulah
anak untuk merumuskan “misi” hidupnya.
Nyatakan
kepada anak bahwa ada berbagai tingkat tujuan dalam merumuskan “misi” hidup
ini. Mulai dari tujuan paling dekat sampai tujuan paling jauh dan bahkan tujuan
akhir kita. Rumusan ini bisa di lakukan dengan menggunakan teknik “what then,
senor” dalam anekdot Danah Zohar, kita dapat membantu anak untuk
menemukan misinya dengan ungkapan, jika kamu sudah sekolah kamu mau jadi apa?
Aku mau jadi orang pintar. Jika sudah pintar mau jadi apa? What then? Dengan
kepintaranku, aku akan memperoleh pekerjaan yang bagus. Jika sudah dapat pekerjaan,
mau jadi apa? Aku akan punya duit banyak. Jika sudah punya duit banyak, mau
apa? Aku ingin bantu orang miskin, yang dinegeri kita sudah tidak terhitung
jumlahnya. Sampai di sini kita sudah
membantu anak untuk menemukan tujuan hidupnya, hingga sampai ke tujuan akhirnya
yaitu bahagia dunia dan akhirat.
c.)
Ajarkan
Al-Qur’an bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam kehidupan kita.
Penulis
akan memulai pembahasan ini sebagai mana Allah SWT mengawali wahyu pertamanya
kepada Rasulullah SAW, dengan kalimat; Iqra’bismi rabbik al-ladzi khalaq.
Menurut Al-Fakhrurraazi, kata aqra’ dalam ayat di atas memiliki
pengertian; bacalah Al-Qur’an. Sebab kata al-Qiraa’ah (membaca) hanya
dipergunakan untuk membaca Al-Qur’an.33 Dalam mengajarkan Al-Qur’an, para orang
tua, juru dakwah dan para pendidik hendaknya mendasarkan pengajaranya kepada
Al-Qur’an dan hadits yang berisi petunjuk-petunjuk penting Rasulullak SAW.
Sebab yang akan diajarkan adalah firman Ilahi yang merupakan ”undang-undang”
dan pedoman hidup umat manusia. Kitab yang tidak menyimpan sedikitpun
kebatilan. Kitab yang mendapat jaminan keutuhan langsung dari Dzat yang
menurunkanya; Allah SWT.
Kita
juga patut berterima kasih kepada Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an dengan
bahasa Arab. Kitab yang mengandung syariat Islam serta petunjuk halal haram dan
bebas dari segala macam penyimpangan, perubahan atau bahkan penggantian dengan
kalimatkalimat lain, sekalipun memiliki makna yang sama. Karena Al-Qur’an
berada dibawah pengawasan dan penjagaan langsung Allah SWT. Orang-orang
terdahulu (salaf-al-ummah) banyak yang telah melaksanakan pendidikan
Al-Qur’an ini untuk anak-anaknya, dan sering dilaksanakan di masjid-masjid. Out
put dari modal pendidikan ini cukup
mengagumkan (Hamdan Rajih, 2005: 165). Mereka
tumbuh menjadi suatu generasi yang sangat gigih mempertahankan dan menyebarkan
Islam diberbagai penjuru dunia. Sejarah banyak mencatat keberhasilan mereka.
Mereka yang menjadi ”singa” di siang hari, tetapi dimalam hari mereka tetap
ruku’ dan sujud dengan penuh kekhusyukan. Ini semua karena mereka telah
”menghirup” air yang memancarkan dari mata air Al-Qur’an. Dengan
mempelajarinya, berarti mereka telah mempelajari ilmu pengetahuan sekaligus
mempraktekkanya. Ketika Al-Qur’an suadah bersemayam di kedalaman hati mereka,
dada mereka akan menjadi lapang dan tidak mudah stress, bahasa mereka lancar
dan pintu-pintu samudera ilmu pengetahuan terbuka lebar untuk mereka.
Mengapa
orang-orang terdahulu (salaf) ini begitu antusias melaksanakan tugas
pengajaran Al-Qur’an? Jawabanya jelas. Karena, pertama, Al-Qur’an adalah
firman Ilahi. Kedua, Rasulullah mengajarkan mereka selalu mendorong agar
mempelajari Al-Qur’an untuk kemudian di ajarkan kepada orang lain. Ketiga, karena
pemberian orang tua kepada anak yang memiliki nilai tinggi adalah mengajarkan
Al-Qur’an. Hal ini karena di dalam Al- Qur’an terdapat ajaran budi pekerti,
tata krama, akhlak, seluruh jenis keutamaan, hikmah serta sejarah hidup umat
terdahulu sejak dari nabi Adam As. Didalamnya juga terdapat pesan-pesan para
Rasul bahwa Allah SWT. yang tidak menginginkan ada di antara hamba-hamba-Nya yang
kufur.
Dengan
mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak, berarti kita telah memulai pendidikan
yang benar dan sesungguhnya. Sebab dengan begitu, berarti kita telah
mengajarkan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah, seperti ibadah serta
kewajiban-kewajiban lain. Di samping itu, berarti kita telah memulai mengikat
mereka dengan kitab Allah serta mendidik mereka untuk mengagungkan Al-Qur’an
untuk kemudian melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan yang
tertuang di dalamnya.
d.)
Ceritakan
kisah-kisah Nabi dan Rasul serta kisah teladan lainya
Anak-anak
bahkan orang dewasa, sangat terpengaruh dengan cerita karena “manusia” kata
Gerbner, adalah satu-satunya makhluk yang suka bercerita dan hidup berdasarkan
cerita yang di percayainya. Kita tentu tidak akan pernah mampu memperoleh
kepercayaan dan kaitan dari mereka kecuali jika kita telah mampu memberikan kepada
mereka contoh teladan yang tinggi dan nilai-nilai yang sudah barang tentu jauh
dari berbagai kesalahan dan kekhilafan. Sebaliknya, ia merupakan sosok yang
cukup sempurna dan terpelihara dari kesalahan dan kekhilafan tersebut. Sosok
tersebut adalah Rasulullah SAW, sebagai panutan dan teladan terbaik umat Islam
semuanya. Kita mengambil contoh dari
petunjuk dan akhlak yang dibawa oleh beliau yang mulia. Firman Allah surat Al-
Ahzab ayat 21:
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.35 Kisah teladan yang ada pada
diri Rasulullah tersebut bisa kita ajarkan dan contohkan kepada anak-anak kita,
yang dibawanya dalam sikap dan kehidupan sehari-hari. Kemudian apabila anak
tertarik akan cerita itu, maka ceritakanlah berulang-ulang kepadanya, sehingga
dia menjadikan Rasulullah sebagai idolanya.
e.)
Libatkan
anak dalam kegiatan ritual keagamaan
Kegiatan
agama adalah cara praktis untuk “tune in“ dengan sumber dari segala kekuatan. Ambillah bola
lampu listik di rumah anda. Bahaslah bentuknya, strukturnya,
komponen-komponennya, kekuatan cahayanya, voltasenya, dan sebagainya. Kegiatan
agama adalah kabel yang menghubungkan bola lampu itu dengan cahaya. Shalat,
dalam bentuk apapun, mengangkat manusia dari pengalaman fisikal dan material ke
pengalaman spiritual. Untuk itu, kegiatan keagamaan tidak boleh dilakukan
dengan terlalu banyak menekan halhal yang formal. Berikan kepada anak-anak kita
makna batiniah dari setiap ritual yang kita lakukan. Shalat bukan sekedar
kewajiban, shalat adalah kehormatan
untuk menghadap Dia Yang Maha Kasih dan Penyanyang.
f.)
Bacakan
puisi-puisi, atau lagu-lagu yang spiritual dan inspirasional.
Manusia
mempunyai dua fakultas-fakultas untuk mencerap halhal material dan spiritual.
Kita punya mata lahir dan mata batin. Ketika kita berkata “masakan ini pahit”,
kita sedang menggunakan indra lahiriah kita, tetapi ketika kita berkata
“keputusan ini pahit”, kita sedang menggunakan indra batiniah kita. Empati,
cinta, kedamian, keindahan hanya dapat dicerap dengan fakultas spiritual kita
(ini yang kita sebut sebagai SQ). SQ harus dilatih, salah satu cara melatih SQ ialah
menyanyikan lagu-lagu rohaniah atau membacakan puisi-puisi, karna dengan itu
dapat memicu kecerdasan anak.
g.)
Bawa
anak untuk menikmati keindahan alam
Teknologi
modern dan kehidupan urban membuat kita teralienasi dari alam. Kita tidak akrab
lagi dengan alam. Setiap hari kita berhubungan dengan alam yang sudah dicemari,
dimanipulasi, dan dirusak. Alam tampak di depan kita sebagai musuh setelah kita
memusuhinya. Bawalah anak-anak kita kepada alam yang relatif belum banyak
tercemari. Ajak mereka naik kepuncak gunung. Rasakan udara yang segar dan
sejuk, dengarkan burung-burung yang berkicau dengan bebas. Hirup wewangian
alami, ajak mereka kepantai, rasakan angin yang menerpa tubuh, celupkan kaki
kita dan biarkan ombak kecil mengelus-elus jarinya dan seterusnya. Kita harus
menyediakan waktu khusus bersama mereka untuk menikmati ciptaan Tuhan, setelah
setiap hari kita dipengapkan oleh ciptaan kita sendiri. Setiap hari adalah
istimewa, yang wajib dihayati dan disyukuri. Setiap pagi ajak anak-anak untuk
bersyukur pada Tuhan sambil menatap langit, matahari, pohon-pohonan dan alam
sekitar rumah kita. Sampaikan terima kasih dan pujian atas kebaikan dan
keindahan yang selalu hadir menyertai kita tanpa memungut bayaran.
h.)
Ikut
sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial
Keterampilan
SQ seperti ini tidak cukup hanya dibicarakan. Jika anak usia pra sekolah
mengalami sendiri bagaimana penderitaan yang dirasakan oleh orang lain maka
langkah inilah yang terbaik. Apabila orang tua bertekad untuk membantu orang
lain, mereka hendaknya mengikut sertakan anak-anak mereka karena pengalaman ini
tidak hanya akan mengajari mereka lebih peduli pada orang lain, tetapi juga
mengajarkan keterampilan sosial yakni pentingnya kerja sama, kesetiaan dan
ketekunan.
Di antara
kegiatan sosial kemasyarakatan yang dimaksud antara lain:
1.)
Menjenguk teman atau tetangga yang sedang sakit
2.)
Bekerja didapur umum
3.)
Bergabung dengan organisasi yang berusaha menyelamatkan spesies yang terancam
punah
4.)
Ikut serta dalam kerja bakti dilingkungan sekitar rumah
5.)
Menghibur orang-orang yang telah tua
6.)
Membantu anak-anak yang masih kecil
7.)
Menghimpun bantuan untuk korban bencana alam
8.)
Dan lainnya.
Kegiatan-kegiatan sosial diatas kesannya
memang sangat sederhana, tapi orang tua hendaknya menekankan pada anaknya bahwa
betapa perbuatan yang sangat sederhana itu mampu membuat orang lain bahagia.
Orang tua bisa mengusulkan pada anaknya untuk mencatat perbuatan baik yang
telah mereka lakukan pada hari ini. menuntun orang yang sudah tua, menyeberangi
jalan, atau membesuk teman yang sedang sakit. Apabila melakukan perbuatan baik
ini sudah menjadi kebiasaan, pada akhirnya orang tua akan menyaksikan
anakanaknya ketagihan melakukan perbuatan yang baik tersebut, dan mereka akan
mencari jalan sendiri untuk melakukan lebih banyak lagi perbuatan baik.
i.)
Jadilah
cermin positif bagi anak
Dalam
kehidupan rumah tangga tanpa disadari masing-masing merupakan aktor yang selalu
dilihat dan dinilai oleh orang lain. Maka jadilah aktor atau model peran yang
baik bagi anak-anak. Sekali-kali adakan forum untuk saling menyampaikan kesan
dan penilaian yang satu kepada yang lain dalam suasana yang rileks, nyaman,
tanpa tekanan. Bahkan masing-masing harus bisa yang lain. Jadilah orangtua
sebagai pendengar yang baik bagi anakanaknya. Jika anak bicara jangan buru-buru
dipotong lalu diceramahi. Dengarkan dan perhatikan dengan tatapan mata yang
penuh antusias dan stimulatif agar anak terlatih mengutarakan pikiran dan
emosinya dengan lancar, tertib, dan jernih. Ibarat sumur kalau sering ditimba maka
airnya akan jernih.
Daftar Pustaka
Agustian, Ary
Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Emosi dan Spiritual Berdasarkan
Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam. Jakarta : Arga
Wijaya Persada, 2001.
___________, Rahasia
Sukses Membangun ESQ Power. Jakarta : Arga Wijaya Persada,
2003.
Daradjat, Zakiyah, Kesehatan Mental, Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung, 2001
Rajih, Hamdan Rajih, Spiritual Quotient for
Children. Jogjakarta: Diva Press, 2005.